Selasa, 11 Agustus 2015

Mau Aksi? Tau momentnya!



Aksi pada penampilan bermusik adalah suatu gerakan/tindakan pemain yang dapat meningkatkan nilai performancenya.

Misalnya memutar gitar bagi para gitaris, lempar bass bagi para bassist, banting2 keyboard bagi keyboardist, lompat dari speaker bagi para vokalist dan muter2 stick bagi para Drummer atau simply sebuah fill-in atau beat yang menarik.

Aksi pada penampilan ibarat bumbu penyedap pada makanan, agar tidak hambar, membuat penonton berkesan dan menambah semangat.

Tapi bagaimana apabila si drummer muter stick dari awal lagu sampai akhir? Drummer sudah mirip dengan kincir angin.

Bagaimana bila si Gitaris muter2 gitar sampai 5 kali dalam satu lagu? Gitaris bikin takut pemain2 sekitar (takut kehantam gitar).

Wah itu bukan lagi menjadi aksi, tetapi menjadi rutinitas. Pola 'aksi' sudah terbaca, sudah tidak asing, sudah basi.

Se-keren apapun aksinya, kalau dimainkan terlalu sering, tidak pada momentnya, tidak pada tempatnya, ya jadi norak.

Ibarat ada seorang cewek cantik banget yang sedang diperhatikan cowok yang sedang duduk di sebelah mejanya, sudah hampir sejam.

Kemudian si cewek melirik dan senyum kepada tuh cowok (hanya sekali dan sebentar), si cowok itu bisa kejang2 dan bakal keingat terus sepanjang masa. :D

Lain hal bila si cewek langsung main mata, melirik berkali2, menatap terus. Wah, bisa2 tuh cowok salah tafsir. Bahkan bisa dianggap cewek gampangan. Nah.... make sense?

So, seberapa sederhana aksimu, jika ditampilkan tepat waktu dan tidak diumbar, pasti akan berkesan.

Begitu juga dengan aksi yang ribet nan susah. Bila ditampilkan terlalu sering, akan menjadi hal yang biasa. Membosankan karena sudah terbaca.

Berlaku juga pada fill-in. Too much fill in = you're dead. Vokalist merasa terganggu, basist kehilangan groove, gitaris mencari-cari ketukan. Keseluruhan lagu kehilangan nyawa. Waduhh...

Ingat porsimu sebagai drummer. Jangan melewati batas porsi semestinya agar tidak saling menggenangi porsi2 pemain lain dan merusak mood mereka, mood penonton dan mood juri (bila dalam suasana kompetisi).

Saya ingat masa2 'ajaib' saya menjuri Asian Beat di tahun 2005-2009 dimana para pemain saling unjuk gigi gak karuan.

Lagu menjadi prioritas nomor 2, yang penting aksi, aksi dan aksi. Lompat sana, lompat sini. Senar gitar digigit, gitar diinjak2, cymbal dilempar2, vokalist kayang, keyboard digoyang. Wadowww!!! Pusing saya (!)

Sampai pada pada akhirnya saya mengatakan satu kalimat ke setiap kota saya bertugas.

"Ini Asian Beat, bukan Asian Sirkus. Saya cari musiknya, bukan sirkusnya"

Alhamdulillah sekarang Asian Beat kembali normal, aksi2 lebay sudah jauh berkurang.

Ingat pepatah yang pernah dilontarkan oleh Jackie Chan di film The Karate Kid.

"Wu Ji Bi Fan"

-Sesuatu yang berlebihan justru menjadi tidak baik-

@DennyAJD

Senin, 20 Juli 2015

Saya! Bela Lars Ulrich...



"Drummernya Metallica gak asik..."

Yah, boleh saya share opini saya sedikit.

Pertama, main influence saya utk pertama kali main drum adalah Lars Ulrich di tahun 1995.

Tapi pasti adaaa aja yg "merendahkan" Lars sebagai Drummer Metallica. Dibilang monoton, gitu2 aja, gak jago padahal setupnya gede? Hmmm...

Kalau dikatakan "begitu-begitu aja" ya musik Metallica ya seperti itu. Itu yang namanya ciri, benang merahnya.

Apakah lagu2 pantas Metallica menggunakan fill-in Linear ala "gospel" masa kini?

Apakah lagu Metallica pantas main snarenya pake Brush?

Apakah pantas lagu2 Metallica dimainkan dengan instrument tambahan seperti Octoban, Cowbell, Jamblock, rebana, gendang atau ketipung?

Kalau ada yg bilang "Metallica main odd meter donk!". Oh, Metallica main Odd Meter pada album awal2 mereka lho, bahkan lebih dulu ketimbang Dream Theater (influence besar Dream Theater itu Metallica lho).

Boleh dicek pada album Ride The Lightning 1984?) dan And Justice For All 1988?). Bahkan pada lagu Master of Puppets, verse-nya memiliki tanda birama 21/32.

Kenapa sekarang gak ada odd time? Well, people gets tired. Mereka mengakui itu capek main odd time. 😊

"Lars mainnya gak jago!" Hehehe... menurut saya, siapapun Drummernya yang pernah bercokol dan besar di dunia rekaman analog (rekam pakai pita) adalah Drummer2 SAKTI.

Kenapa Sakti? Era rekaman ANALOG adalah era rekaman paling jujur. Apa adanya. Apa yg dimainkan ya itu hasilnya. Gak ada proses editing, gak ada proses manipulasi suara.

Klo gak ngerti, nih saya kasih contoh rekaman sekarang.

1. Take drum

2. Hasil rekaman drum temponya kabur, ketukan snare kabur2an.

3. "Tenang" kata operator rekaman. Bisa saya edit semua. Hohohoho sambil tersenyum.

4. Tadaaa!!! Dalam hitungan menit, beat drum ancur jadi rapih karena ditolong software. Suara snare digeser, suara kick direplace. Wahh, sempurna pokoknya.

5. Si Operator nanya "eh, snarenya gak tune nih. Gw replace sama suara Snare Yamaha yah. Keren deh!" Tadaa!!! Suara snare pun berubah.

Lah, apa gunanya mic drum dari awal? Hahaha 😅

"Eh, ada snare gak pas tuh di akhir lagu" kata gitarisnya. "Ow, itu gampang" kata Operator "nih, tinggal gw geser. Beres kan?" Hohohoho

Enaknya...

Dan... banyak lho band2 luar yang Drummernya dibantu oleh teknology. Termasuk hasil rekaman "Live" mereka. Jangan salah, hari gini rekaman Live itu masih melampaui proses editing lho.

Bahkan parahnya lagi banyak band2 Metal juga yg drum pada lagu2 mereka menggunakan drum machine. Saya tau lah siapa aja bandnya, tapi kalau dikasih tau  kecewa deh. 😊

Nah, gimana kalau proses rekaman Analog?

1. Take drum
2. Beatnya ancur, temponya kabur.
3. Take ulang dari awal
4. Masih ancur? Disuruh pulang, belajar lagi. Bulan depan re-take.

Nah, itu kalau band ecek2 coba rekaman analog. Kalau professional macam Lars?

1. Take drum
2. Kalau ada tempo kabur, Lars minta take dari awal.
3. Ketika selesai. Hasil drum didengar bareng.
4. "Lars. Snare ada yg kabur tuh bagian akhir" kata Bob Rock, producernya.
5. "F*ck!!!" Kata Lars. "Okey, saya take ulang. Istirahat dulu. (Dari dokumenter pembuatan Black Album)

Nah... beda kan sama yg sekarang?

Mikir 100x dulu yuk sebelum merendahkan Drummer lain, apalagi merendahkan Drummer legend.

Rekaman pakai Analog itu gak semudah dan semurah rekaman digital. Pressurenya beda.

Konon waktu saya rekaman pakai analog (saya alhamdulillah pernah rasain rekaman 3 album pakai analog) operator legend alm. Mas Harry Triple M mengatakan. "Gak boleh salah sampe 7x ya. Nanti suaranya jadi tipis! Pitanya kudu dinetralkan lagi, ribet."

Nah, jadi nambah ilmu kan? 😊

@DennyAJD
Voodoo band, Lecturer at Institut Musik Indonesia, Lecturer at Yamaha Master Course Akademia, Owner Ostinato Drum School. Yamaha Drums senior Endorsee, Paiste cymbal endorser, Evans Drumhead Endorsee. Owner KlinikDrum.com.

Youtube.com/DennyAJD
Instagram: DennyAJD
Twitter: @DennyAJD



Minggu, 21 Juni 2015

Memori Otot Drummer

-Muscle Memory-

Bukan hanya otak yang memiliki memory, tetapi juga otot. Sama seperti menghafal suatu materi, gerakan berulang yang sering dilakukan akan terekam oleh otot dan menjadi kebiasaan. Apapun gerakannya dan seberapa banyak gerakannya.

Berapa GB kah jumlah memory pada otot? Ya sudah pasti gak bisa dimeasure dgn hitungan Byte. Yang pasti slight atau bahkan big movement yang kita lakukan sekarang ini adalah buah hasil rekaman otot. Seperti cara jalan, gaya penulisan, gaya tanda tangan, cara kerja bahkan hingga lafal pembicaraan (muscle memory lidah, mulut & bibir)

Muscle memory bagi musisi? Musisi justru pengguna "jasa" muscle memory paling banyak. Apalagi drummer yang di mana gerakannya lebih menyeluruh keseluruh bagian limbs, joint dan jari.

Apa arti muscle memory bagi musisi? Sudah jelas, tanpa melakukan gerakan yang berulang (let's say) LATIHAN, maka adalah tidak mungkin untuk bisa menguasai suatu materi, pola dan kecepatan dengan baik. Digerakan aja jarang, bagaimana otot bisa merekamnya?

Gerakan berulang alias LATIHAN adalah proses rekaman otot pada suatu gerakan atau kombinasi gerakan. Dan 'proses rekaman' itu butuh waktu, butuh ketelatenan, butuh kegigihan, butuh semangat/passion.

Sayangnya banyak orang yg ingin cepat bisa tapi instant. Waw, gimana cara? Yang katanya yg instant cuma Mie Instant aja gak sepenuhnya benar. Mie Instant aja butuh skill utk memasak, timing memasak, jumlah air dll. Perlu modal panci dan kompor pula. Jadi apa yang instant? Gak ada. Apalagi yang namanya latihan, gak mungkin instant. Selain tidak instant, butuh effort lainnya seperti biaya dan alat.

Nah, latihan rutin aja tidak cukup. Bahkan latihan yang salah bisa jadi berbahaya dan berpotensi ngawur. Kenapa bahaya dan atau ngawur? Karena bila diri sendiri aja tidak tahu apa yang dilatih itu benar atau tidak, apalagi otot?

Let's say Anda melatih pola paradiddle hingga bertahun2, tetapi... ternyata gerakannya salah. Suaranya lucu dan berantakan. Nah, kejadian seperti ini yang akan sulit dibenahi. Bukan berarti tidak bisa, semua pasti bisa asalkan pola pikir direset ulang agar lebih terbuka dan siap menerima pencerahan  baru.

Bagaimana muscle memory terbentuk? Ini step by step prosesnya:

1. Musisi menerima suatu materi.

2. Materi dimengerti oleh otak.

3. Otak merubah sinyal neuron menjadi gerakan.

4. Sinyal neuron terus-menerus "menuntun" otot untuk bergerak.

5. Ketika otot sudah terbiasa, otak hanya memberikan sinyal besar sekali kepada otot untuk membuat menghasilkan gerakan kemudian dijaga oleh sinyal neuron halus.

6. Ketika suatu limbs sudah terbiasa dan tidak perlu control sepenuhnya dari signal neuron, maka signal neuron bisa didistribusikan kepada bagian tubuh lain sembari menjaga asupan sinyal neuron halus ke bagian tubuh tadi. Dan bahkan bisa dilakukan seterusnya kepada tiap bagian tubuh lainnya.

Nah, seperti ini juga yang biasa para Drummer Ostinato lakukan. Satu-persatu melatih bagian tubuh, kemudian mengontrolnya semua secara bersamaan.

Lama kelamaan Anda bisa melakukan semua gerakan yang super kompleks sambil mengobrol.

So jelas sekarang? Jangan harap bisa tanpa proses rekaman otot alias LATIHAN.

Dan pastikan apa yang Anda latih adalah benar atau Anda akan bermain salah selamanya.

-DennyAJD

(Disadur dari Jurnal Ilmiah "Memory Otot Musisi" oleh Denny AJD"

Sabtu, 20 Juni 2015

Jenuh Main Drum!

-Jenuh main drum-

Pernah ngalamain ketika main drum gak mood banget sampai2 skill yang sudah dikuasai seakan hilang dikenyot orang? Dan berlangsung lama? Yap, itu yg namanya jenuh.

Sesuatu yang kita sukai kalau dilakukan berulang2 pasti akhirnya ya capek juga.

Ibarat suka Pizza dan makan pizza tiap hari, 7 hari 7 malam. Ya mual juga... sama di musik.

Cara ngatasinya gimana? Simple, seperti orang2 lakukan kalau lelah. Istirahatlah... jangan jenguk studio, jangan jenguk drum, jangan dengerin drum dll selama (up to) 1 minggu.

Apa yg terjadi setelah 1 minggu? Apakah skill jadi hilang? Tidakk... thx to Muscle Memory yang sudah terbentuk. (Kalau latihan Anda benar)

Justru tumbuh semangat baru, tenaga baru, ide baru. Karena apa? Karena rasa kangen terhadap alat musik itu sendiri.

Banyak kok drummer2 pro yang melakukan hal ini. Lars Ulrich bahkan bisa stay away dari drums hingga berbulan2. Dan baru menyentuh drums lagi ketika hendak rekaman atau tour.

Nah kalau jenuhnya sudah parah banget gimana? Bahkan rasanya udah mau quit drumming segala. Mudah...

Cari2 lagi majalah2 drum, foto2 drummer yang menjadi Drum Hero Anda di awal, yang menginspirasi Anda untuk bermain drum.

Gain your inspiration back.

InsyaAllah rasa jenuh bisa ditangani. :)

@DennyAJD

Kamis, 11 Juni 2015

Review Singkat Pedal Yamaha DFP9500C

Review singkat pedal Yamaha seri DFP9500C (Chain & Nylon).

Keterangan singkat:

Pedal DFP9500 yang saya pilih adalah seri C. Ada seri D (Direct Drive) dan CL (Chain, Left. Utk pengguna kidal total)

Impresi awal:

Senang! (Pasti lah senang) Apalagi pedal ini adalah pemberian dari Yamaha selaku saya sebagai Endorsee.

Kardus ketika dibuka langsung nampak Softcasenya. Softcase simple namun elegan, mirip koper mini. Di dalamnya ada beberapa kantung untuk menyimpan:

-Connector
-Kunci drum
-Beater
-Nylon strap (pengganti rantai)

Pedal nampak berkilau, sampai saya merasa bersalah utk menginjaknya dengan telapak kaki.

Ketika kedua pedal saya pasang, komplit dengan konektor dan beater, saya cukup kaget ketika mengangkatnya. Pedal ini SANGAT ringan. Nice! Ini yg player butuhkan utk transport kemana2. Kalau dibandingkan dengan pedal Yamaha sebelumnya, Flying Dragon. Pedal ini hanya berkisar 60% dari pedal tsb.

Performa

Pedal saya pasang di kick pad Yamaha DTX. Pemasangan juga sangat simple karena ringannya kedua pedal.

Dengan factory setting saya coba mainkan pedal tsb dengan panjang beater pada posisi 90%. (Posisi 50% adalah posisi dimana batang beater dijepit pada bagian tengahnya, dan rata2 orang pasang pada 80-85%)

Yap, action pedal sangat, sangat mulusss. Menginjak dengan telanjang kaki juga nyaman karena permukaan pedal mulusss.

Rebound yang didapat sangat konsisten dan terkontrol. Yang pasti pedal ini yang mengikuti gerak kaki kita, bukan kita yang mengikuti sifat pedalnya.

Mainkan 1/16 no problem, sixtuplet aman, 1/32 juga oke.

Sifat pedal kanan dan kiri saya bilang sangat serupa. Tidak seperti pedal lain di mana pedal kiri terasa berat.

Pedal ini surprisingly sangat balance! Puas!

Overall:

Looks = 5/5 (keren sangat, futuristik)
Action = 5/5 (smooth)
Weight = 5/5 (sangat ringan)
Price = 3/5 (maklum, rupiah lagi keok)

Recomended?

YES!!!

@DennyAJD
Yamaha Drums, Institut Musik Indonesia, Yamaha Master Course Akademia.

Berminat? Contact Dealer Yamaha di Kota Anda. Utk harga saya tidam tahu. :)


Selasa, 14 April 2015

Drummer Hebat Harus Ribet?



Drummer hebat itu yg bisa main rame, ribet ? Is it?

Dari pengalaman sy ngajar di IMI 14 tahun, tiap calon mahasiswa yg 'main ribet' akan keteteran ketika disuruh memainkan beat simple, beat polos, tanpa fill, tanpa crashing, tanpa variasi kick dan snare. Hanya "dug dag dug dag..."

So, simple bukan berarti mudah lho.

Analogynya jika kita memakai baju batik, maka akan tersamarkan bila terkena noda.

Tapi jika kita mengenakan baju dan celana putih polos, sudah tentu kena ciprat noda setitik aja langsung terlihat, jelas (!)

Sama dengan beat simple. Dimana Drummer tidak memiliki ruang untuk 'ngeles' pukulan yg salah.

Nah, kalau main simple aja masih suka 'kepleset' kok ya berani main ribet? Ya seperti batik tadi, kalau main ribet maka kesalahan kecil bisa disamarkan selain kurang sabarnya si Drummer, maunya main ribet aja. :)

Jangan lupa, basic, basic, basic...tanpa basic yg benar, main ribet Anda seperti benang kusut.

Bagaimana bisa dapat belajar basic yang benar? Ya cari guru yang kompeten.

Simple :)

@DennyAJD
Head lecturer IMI, Lecturer Yamaha Master Course Akademia, Voodoo band Drummer, Weapon designer for Pindad.

Minggu, 12 April 2015

Pikir 200 kali bila ingin menjadi Musisi



Pikir 200 kali untuk menjadi seorang musisi bagi:

A. SEORANG YANG MALAS.

Malas latihan, malas belajar, malas gosok gigi, malas mandi dll...

Mau ngajar malas bangun, mau nge-gig malas check sound, mau main lagu orang tapi malas ngulik.

Wassalam...

B. SEORANG YANG MAUNYA SERBA INSTANT.

Maunya serba cepat. Kalau lontar pertanyaan seperti ini "gimana ya cara cepat jago?" Yaa... satu2nya "cara CEPAT" adalah cari guru yang TEPAT.

Belajar otodidak banyak resikonya. Tingkat keberhasilan otodidak hingga bisa teori musik dengan benar hanya dibawah 2%.

Semua butuh proses. Ingat... prooo...ses...

Sabar. Ada usaha, ada hasil. Saya dengan IQ seadanya (134) butuh waktu yang cukup lama untuk mengerti nilai not dan teori musik lainnya dengan belajar sendiri.

So, alangkah lebih baiknya bila ada tuntutan seorang guru yang kompetent.

C. SEORANG YANG KATA2NYA TIDAK BISA DIPEGANG.

Janji jam 12 siang, sampe jam 3. Alasannya "macet". Ya macet mohon diantisipasi lah. Khusus di Jakarta, macet udah makin gila. Berangkat jam 5 subuh, sampai kantor jam 9.

Janji bisa bantu nge-gig eh tiba2 batalin karena dapat gig lebih besar bayarannya. Wah, yg kayak gini nih 'cakep' banget. Kasihan teman2 bandnya.

Udah sign kontrak endorsee oleh merk Drum "Awetnya Minta Ampun" eh diem2 klinik pake merk drum "Tripleks". Habis riwayat.

D. SEORANG YANG KURANG ATAU TIDAK KREATIF.

Katanya seniman, tapi tidak kreatif. Ide2 nihil dan cuma berkarya dengan cara jiplak sana-sini.

Selain tidak etis, masalah dengan hukum akan segera terjadi. Tinggal tunggu waktu.

E. SEORANG DENGAN ATTITUDE YANG DIBAWAH RATA-RATA.

Musisi adalah entertainer, untuk menghibur orang. Kalau tidak menghibur, bikin deg2an orang sekitar, mendingan alih profesi jadi debt collector. Semoga sukses. :)

F. SEORANG YANG TIDAK MAU ADA EFFORT SAMA SEKALI.

Belajar gak mau, maunya belajar gratisan. Ya ilmu yg didapat ya kualitas gratisan juga. Kalau ada event klinik yang ditanya pertama kali adalah "Gratis gak? Klo gak gratis males" 😤

Ada kesempatan les, tapi gamau juga. Padahal masih mampu atau mampu sangat utk bayar les. Uangnya disayang2 buat beli sepokat (sepatu) bahasa gaol taun 80-90'an. 😅

G. SEORANG YANG TIDAK MENGHARGAI ORANG LAIN.

Nah ini... dunia musisi itu kecil. Ketemu pasti dengan orang yg itu2 aja. Kalau ada saling senggol dengan masalah 'tidak saling menghargai' habis deh...

Let say si A yg pernah sakit hati ternyata kenal baik dengan yg produser ini, atau yg punya sekolah musik itu, atau si A ternyata member dari band yang akan si B akan bergabung. Waduh... kapan majunya?

H. SEORANG YANG TIDAK MAU BERKEMBANG.

Berbakat tapi tidak mau berkembang. Wah sayang banget. Bakatnya lama2 terkikis dan dibabat habis oleh orang yg kurang berbakat tapi rajin belajar dan latihan.

Bakat itu ibarat pisau yang sudah runcing sejak keluar dari pabrik, dan gampang diasah pula. Tapi kalau shape pisaunya gitu2 aja, ya bakal kalah dengan jenis pisau baru yg baru nongol.

I. SEORANG YANG TIDAK TERIMA KRITIK.

"Dug Tak! Dug dug Tak!!!" Si A nonton video drum cover si B di Youtube.

Si A bilang " wadoww! Kacau banget mainnya! Tulis comment ah..."

Isi comment si A>>> "Bro, masih berantakan bro. Coba bagian fill in dirapihin lagi biar ciamik"

Setelah 5 menit, komen dibalas.

Balasan komen si B>>> "anjir loe bro, kayak loe main bener aje. Mane video elo?! Masih pake drum butut aja belagu"

Haduhh....

Padahal memang, si B mainnya masih... aduhh....

So, jadi musisi ndak mudah lho. Perlu seorang yang sangat gigih dan tahan banting ntuk menjadi musisi sukses. Jangan cepat menyerah.

InsyaAllah bila sukses, bisa dipastikan pemasukan yg didapat oleh seorang musisi adalah salah satu penghasilan yang paling halal. Dengan catatan... jangan nipu2 proyek rekaman, duit event, jangan korupsi waktu, jangan bawa kabur duit investor dll...

Be a smart musician. Be active, positive and creative !

Cheers

@DennyAJD

Jumat, 03 April 2015

Drummer Sekolahan vs Otodidak


Belajar musik (drum) sekolahan vs otodidak.

Pertanyaan kaya gini hampir tiap hari nongol. Tapi buntut2nya saling cela antar yang sekolah dan yg tidak...

Yg otodidak "Wahh main musik itu pake Liver! (Hati) bukan dari bacaan not notan"

Yg sekolahan "duh, ngawur amat mainnya. Pasti gak pernah belajar"

#gubrak #gabruk #ciaatt #jgerr

Ributlah... ribut tanpa ujung... kok ya gak capek2?

Pertama saya kenalin ulang, saya Denny AJD.

Dosen Kepala Departement Drum di IMI. Dosen juga di Yamaha Akademia.
Endorsee Yamaha Drums, Paiste Cymbals, Evans drumhead.
Skr Drummernya Voodoo band.
Sudah nulis 6 buku. Terbaru adalah "Ostinato master studies".
Yang buat, pengurus dan pemilik tunggal web KlinikDrum.com.
Yang pernah jadi murid saya adalah:
Ikmal Tobing, Anton Kerispatih, Alvin Noxa, Andreas Pranata, Rama Zigaz, Rani  Ramadhany, Alsa, Peter Nicholaus Lumingkewas, S Bahri Nazri, Irfan Laoki (pemenang 3 YGDC 2015), Samsooy (pemenang pertama Sak*e Drum compt), Wildan Hendrawan (Mangini Lokal) etc...

Dan guest what? Saya Otodidak.

Tapi... saya bisa baca, bisa nulis, bisa ngajar, bisa adakan klinik, bisa rekaman, bahkan bisa nembak (maklum orang Perbakin) 😅

Nah pure otodidak kah?

Silahkan dinilai sendiri. Saya cuma belajar dari mendengarkan kaset2 Metallica, Casiopae, A-Ha, Green Day, Yanni, Dream Theater, Faith No More dll.

Belum ada Youtube waktu itu, wong saya lulus SMA aja tahun 1996 (umur 17 taun) dan baru menyentuh drum umut 16 tahun.

Tapi... pikiran saya juga terbuka. Saya dengarkan semuaaa jenis musik. Bukan metal tok, bukan jazz tok etc...

Saya banyak beli buku Modern Drummer dan pelajari tiap2 lessonnya. Juga buku2 drums lainnya seperti keluaran Jim Latta, Joe Porcarro etc.

Saya juga berteman dengan teman2 yang luar biasa seperti mas Inank Noorsaid, mas Gilang, Titi Rajo Bintang, Brian So7, Revi Awondatu, Indra "Kalahari" etc

Ketika main, saya curi ilmu mereka, dan kadang mereka (yang seumuran) mungkin juga curi ilmu saya.

Kalau ditanya apakah saya pernah les drum? Jawabnya pernah, tapi hanya 2x pertemuan karena jujur agak kecewa karena cara ngajar gurunya kurang sreg.

So, gimana saya bisa baca not? Ya, saya belajar sendiri, research sendiri. Trial error etc... sempat sesat tapi alhamdulillah benar pada akhirnya.

Balik lagi, silahkan nilai sendiri saya Otodidak atau bukan.

Cukup tentang saya... lanjut...

Nah... saya luruskan nih.

Otodidak itu ada 3 macam:

1. Yang belum sempat tapi mau belajar.

2. Yang mau banget belajar tapi gak punya biaya.

3. Yang gamau belajar karena sudah merasa dirinya hebat. Pokoknya yg main sambil baca not dianggap gak hebat, karena mainnya gak pake Liver !

Weits, utk yg nomor 3 saya jawab dulu...

Musisi baca partitur itu bukan karena tidak hafal lho dan juga bukan hanya notnya yang dibaca melainkan road mapnya alias alur lagu lari kemana aja.

Kenapa perlu baca? Working musician gak selalu ada waktu utk latihan lho. Lagu yg dimainkan bukan lagu2 yg itu2 doank. Apalagi klo sudah masuk lagu2 medley. Waduhh... pusing pala...

Memang main musik pasti harus pakai Liver (hati), tapi bermain salahpun bisa terjadi sembari pakai hati... mainnya sudah dirasakan, diresap, dihayati... tapi ya kalau groove, tempo, dinamika dan road map salah yaaa SALAH... masa jadi bener karena ngandalin liver doank? (Maaf, hati)

Disitulah kita perlu belajar.

Apalagi kemampuan baca notasi. Wahh baca itu aset mas/bu/pak/mbak... belajar musik gak kaya belajar silat, hanya niru gerakan. Dan ketika tidak bisa baca maka terutuplah kesempatan utk menjadi guru musik. (Padahal guru musik itu incomenya gak main2 lho) serius... belum lagi hangus juga kesempatan jadi session, penulis buku, kontributor majalah musik, komposer dll

Selain itu pendidikan juga memperhalus perasaan... (kata Albert Einstein) pendidikan musik juga membuat antar musisi menyambung satu sama lain.

Gak terjadi lagi masing2 musisi punya istilah sendiri2, ngawur pula...

Misalnya "buat apa Part Time Music, buat apa beat ganjil 7/5, buat apa super power beat drumming, buat apa main double beat..." yah... begitu2 lah...

Yang berpengalaman dan tau banyak soal musik bakal menertawakan semua itu. Bener deh... sounds silly.... sounds 'sotoy'... pikir 2 kali deh klo mau ngetik yang aneh2... serius...

Nah... untuk bisa main musik dengan 'hati' itu perlu teknik khusus lho. Bisa dibilang lebih susah daripada main Pedal double etc... kenapa?

Karena memerlukan kedewasaan bermusik utk menguasainya, ego yang terkontrol, pikiran yang terbuka dan pada akhirnya back to basic. Balik lagi ke masalah grip, basic motion, balance tubuh, kontrol dinamika, akurasi pukulan dll...

Tapi kenapa terkadang yang sekolah musik mainnya ada yang kaku? Nah... itu tergantung nasib. Mereka (yang dikatakan kaku) mungkin aja musikalitasnya kurang (diperhalus dari kurang berbakat) tapi mereka punya passion untuk memperbaiki diri.

Di Indonesia sayangnya banyak yang punya bakat, tapi gak mau mengembangkan diri. Karena sudah puas, sudah merasa paling hebat dll. Sayang banget, bakatnya mubazir.

Sekali lagi, sekolah musik atau at least belajar sendiri tapi detail dan meluas itu perlu. Biar tidak menjadi "kambing conge" kata orang dulu bilang.

Buka pikiran, jgn fanatik sama satu genre musik aja, miliki attitude yang baik, rajin latihan, rajin explorasi, rajin berkarya, banyakin teman. InsyaAllah jadi musisi sukses...

Aminnn....

@DennyAJD

Ilustrasi


Choices:

A. Belajar
B. Tidak

If choose "A"

Chance of failure 20%
Chance to meet bad teacher 30%
Chance to play better 80%
Chance to understand music theory 90%
Chance to connect with other musician 90%
Chance to know your level of playing 100%
Chance to be a working musician 85%
Change to be a good player and got endorsement deal 75% (sehingga tdk perlu beli alat musik, alias dikasih GRATIS). Ask siswa2 saya (Alvin Noxa, Ikmal Tobing, Samuel Rusli, Rama Zigaz, Aries Garasi, Rani Ramadhany, Alsa ect)

Note: Tetap bisa belajar dari Youtube, bahkan bahasanya bisa lebih konek dengan si penyampai lesson) Kemampuan belajar meningkat tajam.

If choose "B"

Chance of failure 90%
Chance to meet bad free lesson 80%
Chance to play better 30%
Chance to understand music theory 10%
Chance to be a good player and got endorsement deal 10%
Chance to connect with other musician 5%
Chance to over confidence 95%
Chance to be a working musician 10%



*Tulisan ini dilarang keras utk digunakan utk kepentingan pribadi seperti skripsi, blog, buku dll tanpa seizin dan sepengetahuan penulis. (pelanggaran akan ditindak tegas)

Senin, 02 Februari 2015

Musician Attitude edisi Menghargai



Musician Attitude edisi "Saling Menghargai"

Hal yang simple. Saling menghargai. Kalau di Youtube cukup click tombol jempol, kalau Facebook tinggal click tombol "Like". How's hard is that?

Segitu beratnya untuk saling menghargai sesama musisi padahal tinggal click.

Apalagi menghargai musisi dengan cara menghadiri acaranya? Bagaimana menghadiri klinik tanpa perlu bertanya "gratis gak?" Dan tanpa perlu meminta buku gratis atau album gratis ketika si musisi telah berhasil mencetak hasil karya.

Musisi hidup dari "dihargai" dari "apresiasi" itulah seni. Tanpa ada yg menghargai, suatu seni tidak ada artinya.

Apa jadinya bila diantara sesama pelaku seni sendiri saling acuh tak acuh, saling hujat, saling sindir, saling menjatuhkan.

Bagaimana musik Indonesia bisa maju?

Support dan dukungan itulah yang membuat si pelaku seni semangat untuk terus menerus berkarya. Tidak pandang umur, tidak pandang kondisi perekonomian.

Saling menghargai berarti saling mengisi, saling menghormati.

Jangan harap mau dihargai bila si musisi itu sendiri OGAH menghargai musisi lain.

Dunia musik kecil, apalagi musik Indonesia. Wah, ketemunya dengan orang yang itu-itu juga.

Ketika junior hargai senior, sang senior dengan senang hati membantu, mendidik dan mengarahkan si junior.

Bila senior menghargai si junior, si junior akan makin termotivasi, makin rajin latihan, makin berani berkarya.

Bila saling menghargai sesama. Terjalinlah kerjasama. Kerjasama yang bukan sekedar kolaborasi panggung tapi juga kerjasama secara menyeluruh sehingga musik Indonesia maju pesat, solid.

- Tidak perlu penikmat genre musik ini mencela genre musik itu.

Tapi pelajari dan "curilah" warna genre lain untuk dicampurkan ke dalam genre musik yang biasa kita mainkan agar terlahir musik dengan nuansa unik.

- Tidak perlu meledek musisi awam ketika bermain salah atau salah memberikan informasi.

Tapi bimbinglah si 'newbie' kearah yang benar. Ajari, bantu, koreksi. Bukan diledek atau bahkan dibully.

-Tidak perlu merasa sakit hati bila ada musisi lain yang terkesan lebih unggul.

Tapi dekati musisi yang lebih unggul itu. Cari tau apa rahasianya, apa kunci suksesnya, apa kiat2nya.

Sudah banyak musisi yang suka share justru dianggap pamer, dianggap sombong dan disambut dengan komen "kaya gitu gw juga bisa" di channel Youtube di Facebook dll.

Sudah banyak 'korban'nya, contohnya saya sendiri dan teman-teman musisi lokal lainnya.

Sejauh ini bila ada komen ledekan, hinaan dll cukup dibiarkan. Bila diladeni justru kita masuk perangkapnya. Balas komen satu, dibalas seribu komen dari akun2 palsu. Menyedihkan? Sangat.

Saling menghargai gak susah kok, toh yang senang kita2 juga bila musisi yang mendapatkan apresiasi akan terus menelurkan karya2nya untuk kita nikmati dengan harga yang tidak seberapa.

-AJD

Minggu, 01 Februari 2015

Drum elektrik atau akustik?

Drum Electric atau Akustik? Pilih mana?

Sebenarnya mereka bukan pilihan, tapi bila ada "rejeki" alangkah baiknya punya keduanya. Hampir sama dengan para gitaris yg memiliki gitar akustik dan elektrik.

"Tapi bukannya elektrik itu jelek? Gak real?" Nah itu tergantung merk dan kelasnya. Let's say saya ambil contoh Yamaha DTX750k electric drums, bisa dibilang feelnya 90% mirip dengan memukul drum akustik. Hanya saja hilang feel memukul 'metal' ketika stick menghantam rim atau cymbal. Mengingat cymbal electrik terbuat dari karet.

Nah 'feel' itu yang bisa jadi kendala ketika seseorang biasa main electric kemudian pindah ke akustik. 'Touch'nya bisa kacau hingga tone menjadi jelek pula. Karena di electric suara drum tetap terdengar 'clean' walaupun dipukul dengan jurus2 apapun. Termasuk jurus pukulan cecak, mukul dan stick nempel. Coba aja jurus cecak pada drum akustik, dijamin suaranya seperti orang cekukan.

Itu lah 'kekurangan' drum akustik yg di satu sisi merupakan kelebihannya (pukul asal tetap aja bagus suaranya). Begitu juga feelnya yang empuk sehingga ketika ketemu 'besi' pada drum akustik, pergelangan tangan sakit tiap kali memukul karena vibrasi.

Nah selain "kekurangan2"nya sudah pasti ada kelebihan.

Drum elektrik tidak perlu ruangan pakai peredam. Karena suara bisa dikecilkan dan bisa pakai headphone sehingga suara keras hanya pada kuping si pengguna. So drum elektrik bebas ditaruh dimana aja. Kamar tidur oke, ruang tamu oke, dapur bisa bahkan diteras atau kamar mandi.

Dengan suara yang dapat disesuaikan pula latihan ngeband juga jadi nyaman. Let's say kita latihan sampai larut malam. Ketika merasa sudah terlalu LOUD, kecilkan suaranya.

Dan juga drummer biasanya punya pengalaman gak enak jika perform di mal dengan drum akustik ketika lagi asik main tiba2 satpam nyamperin. "Mas pelan2 mainnya, pada komplain". Nah... dengan drum elektrik bisa say good by dengan kejadian seperti itu lagi.

Karena portabilitas dan suaranya serta ukurannya yg compact kebayang dong bisa didirikan disebelah tempat tidur. Bayangkan bangun tidur jam 5 pagi kita bisa langsung ngedrum. Seru? Sangatttt

Drum elektrik juga punya banyak variant suara. Utk Yamaha DTX aja ada 1200 lebih suara on board. Drum kayu birch, maple, oak, jazz, FX dll. Bahkan ada suara yang bukan drum seperti suara instrument lain seperti piano, gitar, trompet, synth dll. Bahkan ada suara orang, kucing, kambing dan ayam. Waduh (!)

Drum electric sudah build in metronome, lagu2 latihan, bisa rekam latihan sendiri, bisa plug lagu orang ke dalam modul dan mainkan bersamaan drum kita etc. Bahkan ada fitur yang habis2an dapat membenahi tempo kita seperti tempo gate yang membuat drum ogah bunyi kalau dipukul tidak quantize dengan tempo.

Kalau punya drum elektrik kita juga bisa mengurunkan niat untuk membeli drum pad. Kenapa? Coba matikan drum elektrik tersebut dan mainkan. Otomatis drum electric kita menjadi drum pad untuk latihan. Satu set pula. Bahkan jika ingin latihan snarenya aja, snare bisa dicopot dan dibawa untuk berlatih di mana aja.

Drum electrik mudah sangat dibawa untuk keperluan macam2. Coba bandingkan kita membawa floor tom 16" plus tom 12" plus tom 10". Muatkah dibagasi mobil sedan? Bandingkan dengan drum elektrik yang tom 1, 2 dan "floor" dapat di-stack (tumpuk) seperti layaknya bawa pizza. Bahkan pakai motor pun bisa.

Mudah diset dan soundcheck jadi extra mudah. Karena drum electrik gak perlu micing. Yang kita perlukan hanya 2 output yang kemudian kita sambung langsung ke mixer.

Drum electrik juga bisa menghemat biaya lho.

Biaya listrik bisa hemat. Lho? Kan drum listik? Memang pakai listik, tapi wattnya kecil. Yang membuatnya hemat listrik karena drum electrik bisa diset dimana saja. Sehingga gak perlu studio yang didalamnya menggunakan AC. Cukup main di teras biar adem. No complaint dari tetangga pula.

Tidak perlu juga bikin peredam ruangan. Bikin peredam ruangan bisa habis lebih banyak ketimbang harga drumnya sendiri lho. Bahkan ada resiko suara bocor dll.

Tidak perlu ganti drumhead. Kenapa? Karena memang gak pake drumhead. That's why 😀

Tidak perlu ganti cymbal. Karena suara cymbal diganti2 terserah pengguna. Kalau bosen dengan suaranya ya silahkan download ke Paiste.com

Stick drum pun menjadi sangat awet. Bahkan saya punya stick drum kayu yang saya pakai sejak tahun 2011 khusus utk drum electrik. Sampai sekarang masih halus, lembut dan mulus. Hemat? Sangatttt

"Kalau rusak gimana?" Ya akustik bisa rusak juga sih. Bisa retak, jamuran, karatan, lembab dll. Tapi yang namanya elektronik pasti lebih rentan. Tipsnya adalah untuk lebih telaten seperti tidak lupa cabut adaptor setelah menggunakan. Memukul jangan sekuat tenaga dan jaga permukaan karet dari benda2 tajam. Hindari juga memainkan drum dengan stick yang sudah jelek, yang seperti habis dimakan rayap.

So, akustik atau elektrik? Ya punya keduanya jika lagi ada "rejeki". Bahkan bisa di-hybrid bila berkenan. Kicknya akustik, cymbal campur akustik tapi tom2 dan snare elektrik. Anything is possible. :)

-AJD

Rabu, 14 Januari 2015

Share halal yuk

-share halal yuk-

Bukan makanan aja yg kudu halal, masalah sharing juga.

"Sharing kan hal simple, masalah kecil donk?" Eh, siapa bilang. Kita lihat sumber yang di-share darimana.

Dari buku? Dari blog? Dari kuliah? Dari pengalaman sendiri? Hasil karya sendiri?

Kalau dari hasil karya dan pengalaman sendiri monggo atuh di-share bila berkenan. Bila berkanan lho, bukan karena terpaksa.

Kalau share yang bersumber dari buku gimana? Wah ini banyak yang harus diperhatikan. Buku siapa? Siapa yg nulis? Penerbit siapa? Apa peruntukan bukunya?

"Kalau buku sendiri sah-sah aja donk di-share" weits, tidak semudah itu. Buku biasanya ada tulisan All right reserved, Copyright by dll... Yang dilarang untuk diperbanyak tanpa persetujuan dari Penulis dan Penerbit.

Kenapa dilarang? Ya menyangkut hak atas kekayaan intelektual. Hargai orang yang membuatnya, bagaimana susahnya menulis, bagaimana susahnya approach dan nego ke penerbit, bagaimana susah belajar dari segala penjuru untuk bisa menulis buku tersebut dan sudah berapa ratus jam yang dikorbankan utk menulis buku tersebut.

"Kan bukunya nya gw beli, terserah dong mau gw apain" memang, terserah mau dibaca, dibakar, dicelup, dilarutkan kemudian tambah gula dan diminum. Tapi tdk boleh disiarkan, perbanyak, publikasikan dll. Yang Anda beli dari sebuah buku adalah hak memiliki dan hak menggunakan sebagaimana mestinya.

Kalau dibalik bagaimana? Anda menerbitkan buku, kemudian buku Anda diperbanyak tanpa sepengetahuan Anda oleh oknum sehingga buku Anda sepi peminat tapi banyak yg punya. Sakitnya dimana? Ya di situ...

Siapa yang mau berkarya kalau pada akhirnya dibajak masal?
share halal yuk

Bukan makanan aja yg kudu halal, masalah sharing juga.

"Sharing kan hal simple, masalah kecil donk?" Eh, siapa bilang. Kita lihat sumber yang di-share darimana.

Dari buku? Dari blog? Dari kuliah? Dari pengalaman sendiri? Hasil karya sendiri?

Kalau dari hasil karya dan pengalaman sendiri monggo atuh di-share bila berkenan. Bila berkanan lho, bukan karena terpaksa.

Kalau share yang bersumber dari buku gimana? Wah ini banyak yang harus diperhatikan. Buku siapa? Siapa yg nulis? Penerbit siapa? Apa peruntukan bukunya?

"Kalau buku sendiri sah-sah aja donk di-share" weits, tidak semudah itu. Buku biasanya ada tulisan All right reserved, Copyright by dll... Yang dilarang untuk diperbanyak tanpa persetujuan dari Penulis dan Penerbit.

Kenapa dilarang? Ya menyangkut hak atas kekayaan intelektual. Hargai orang yang membuatnya, bagaimana susahnya menulis, bagaimana susahnya approach dan nego ke penerbit, bagaimana susah belajar dari segala penjuru untuk bisa menulis buku tersebut dan sudah berapa ratus jam yang dikorbankan utk menulis buku tersebut.

"Kan bukunya nya gw beli, terserah dong mau gw apain" memang, terserah mau dibaca, dibakar, dicelup, dilarutkan kemudian tambah gula dan diminum. Tapi tdk boleh disiarkan, perbanyak, publikasikan dll. Yang Anda beli dari sebuah buku adalah hak memiliki dan hak menggunakan sebagaimana mestinya.

Kalau dibalik bagaimana? Anda menerbitkan buku, kemudian buku Anda diperbanyak tanpa sepengetahuan Anda oleh oknum sehingga buku Anda sepi peminat tapi banyak yg punya. Sakitnya dimana? Ya di situ...

Siapa yang mau berkarya kalau pada akhirnya dibajak masal?

Bagaimana kalau buku itu punya teman? Wah lebih ribet lagi nih. Hargailah teman yang mungkin sampai berdarah-darah untuk bisa mendapatkan buku itu. Yang membeli dengan harga mahal, yang membeli dengan effort yang besar dan duit hasil keringat sendiri.

Saya ambil contoh kejadian teman saya seorang Drummer yg kini jadi artis ngetop yang sempat kursus di sekolah musik ternama di mana Gilang sempat mengajar.

Pada tahun 1999 ketika dia ada keluh kesah ke saya "Den, masa gw dimarahin sama mas Gilang. Gw mau fotokopi bukunya waktu dia belajar di Amerika gak boleh! Pelit banget deh"

"Emangnya dia bilang apa?"

"Dia bilang... Hargai donk effort saya sampai bisa dapat buku ini. Masa kamu mau main fotokopi?!"

"Bener juga sih yang mas Gil bilang"

"Maksud elo? Elo belain mas Gil gitu?"

"Belaain mah kagag, tapi make sense lah gimana usahanya mas Gilang di sana. Belum lagi kan ada hukum copyright di buku itu yang gak boleh dikopi sembarangan"

"Ohhh..."

(Kejadian beneran, no bull)

Kira2 begitulah dalam versi 'real life'nya.

Kalau buku sekolah musik, bolehkah di-share sembarangan? Wah apalagi sekolah musik. Wong murid2nya aja harus beli. Dan buku sekolah musik bahkan lebih kuat hukum copyrightnya.

-tidak dijual bebas
-dilarang keras digunakan oleh sekolah musik lain
-dilarang keras difoto-kopi bahkan oleh siswa2nya sendiri

So, bagaimana kalau mau share seluruh ada sebagian dari konten buku? Ya jalan satu2nya adalah minta izin ke penulis dan penerbit. Ribet? Emang begitu (!)

"Kalau disadur utk keperluan blog?" Sama, tapi jangan lupa "sadur" berarti kita membaca satu tema kemudian tema itu kita tulis kembali dengan persepsi dan bahasa kita sendiri. Bukan copy-paste (!) Jgn lupa cantumkan nama sumber dan penulisnya daripada penulisnya ngamuk.

"Kalau cuma ngutip utk saya jadikan buku?" Sama aja, minta izin sama penulis dan penerbit. Dan juga cantumkan daftar pustaka

Okay, itu masalah share yang diambil dari buku. Kalau dari blog? Ya lebih mudah. Tanya dulu dengan sopan apakah boleh digunakan? Jangan ngambek kalau tidak dikasih lho.

Ow, jangan lupa. Blog itu banyak jenisnya, banyak blog yang dapat dari blog orang (blog tukang bajak). Jadi pastikan tema yang anda mau share itu apakah benar ditulis oleh blogger yang bersangkutan atau tidak.

Kalau dari kuliah? Sama aja dengan buku sekolah musik. Adalah tidak halal dibagikan secara utuh kepada yg tidak berhak.

So, ayuk kita mulai melakulan share halal. Share yang bersih, share yang diberkati.

Memang, bisa dikatakan sering share = banyak pahala. Hanya saja kalau sharenya gak halal ya sama aja bagi2 dosa. Bagi-bagi hasil curian. Duh amit-amit...

Yuk. Share halal!

@DennyAJD

Minggu, 04 Januari 2015

"cari" Sound Drum Yang Enak



Pertanyaan mengenai sound drum yang baik sebenarnya sangat komplex untuk dijawab. Tidak bisa dijawab hanya dengan jawaban "ganti head ini" "beli snare itu" "beli drum ini" dll

Ibarat makanan, faktor yang membuat makanan enak itu banyak, sangat.

Makanan enak itu tergantung dari:

- Bahan makanan
- Siapa yang masak
- Racikan masakan
- Timing masakan
- Dengan cara apa dimasak
- Aroma masakan
- Texture masakan
- Warna makanan
- Wadah makanan
- Alat makan (pakai sendok/tangan)
- Tempat makan (rumah/resto) (di dalam ruangan/di pinggir jalan)
- Harga makanan
- Pakai sambal atau tidak
- Jumlah makanan
- Presentasi masakan
Dll

Sama dengan sound drum/qualitas suara drum.

Suara drum yang baik itu tidak jauh beda dengan masakan, hanya urutannya yang beda.

- Siapa yang memainkannya
- Bahan dasar alat musiknya
- Komposisi bahannya
- Kelas instrumentnya (entry level atau hi-end)
- Teknik membuatnya
- Jenis drumheadnya
- Bagaimana tuningnya
- Jenis sticknya
- Teknik memukulnya
- Akustik ruangannya
- Area pukulannya
- Micing
- Teknisi suara
Dll

Jadi, seberapa hi-end alat musiknya, semua tergantung siapa yang memainkannya. Seorang yang pro dan sangat berpengalaman bisa menjadikan drum "bapuk" jadi menghasilkan suara bak Drum Yamaha Phenonix series (1 set harga 180jt) hanya dari sentuhan dan cara bermainnya.

Punya alat musik "kurang bagus"? Mulai dari diri sendiri bukan semata2 harus ganti alat. Di lain sisi, alat bagus juga akan memberi inspirasi bagi pemainnya.

Yup, setidaknya miliki drum dengan merk yang cukup jelas. Kalau alasannya "duitnya cuma segitu, makanya dapet merk Semoga Awet", ya weis... Ndak ada salahnya nabung lebih lama sedikit agar dapat alat yang pantas, yang dapat memberikan inspirasi bermain.

Take your time to get what you deserve.

Miliki alat musik yang cukup baik, pelajari musik dengan benar. InsyaAllah permaian & suara yang akan Anda hasilkan akan maksimal.

-DennyAJD