Senin, 02 Februari 2015

Musician Attitude edisi Menghargai



Musician Attitude edisi "Saling Menghargai"

Hal yang simple. Saling menghargai. Kalau di Youtube cukup click tombol jempol, kalau Facebook tinggal click tombol "Like". How's hard is that?

Segitu beratnya untuk saling menghargai sesama musisi padahal tinggal click.

Apalagi menghargai musisi dengan cara menghadiri acaranya? Bagaimana menghadiri klinik tanpa perlu bertanya "gratis gak?" Dan tanpa perlu meminta buku gratis atau album gratis ketika si musisi telah berhasil mencetak hasil karya.

Musisi hidup dari "dihargai" dari "apresiasi" itulah seni. Tanpa ada yg menghargai, suatu seni tidak ada artinya.

Apa jadinya bila diantara sesama pelaku seni sendiri saling acuh tak acuh, saling hujat, saling sindir, saling menjatuhkan.

Bagaimana musik Indonesia bisa maju?

Support dan dukungan itulah yang membuat si pelaku seni semangat untuk terus menerus berkarya. Tidak pandang umur, tidak pandang kondisi perekonomian.

Saling menghargai berarti saling mengisi, saling menghormati.

Jangan harap mau dihargai bila si musisi itu sendiri OGAH menghargai musisi lain.

Dunia musik kecil, apalagi musik Indonesia. Wah, ketemunya dengan orang yang itu-itu juga.

Ketika junior hargai senior, sang senior dengan senang hati membantu, mendidik dan mengarahkan si junior.

Bila senior menghargai si junior, si junior akan makin termotivasi, makin rajin latihan, makin berani berkarya.

Bila saling menghargai sesama. Terjalinlah kerjasama. Kerjasama yang bukan sekedar kolaborasi panggung tapi juga kerjasama secara menyeluruh sehingga musik Indonesia maju pesat, solid.

- Tidak perlu penikmat genre musik ini mencela genre musik itu.

Tapi pelajari dan "curilah" warna genre lain untuk dicampurkan ke dalam genre musik yang biasa kita mainkan agar terlahir musik dengan nuansa unik.

- Tidak perlu meledek musisi awam ketika bermain salah atau salah memberikan informasi.

Tapi bimbinglah si 'newbie' kearah yang benar. Ajari, bantu, koreksi. Bukan diledek atau bahkan dibully.

-Tidak perlu merasa sakit hati bila ada musisi lain yang terkesan lebih unggul.

Tapi dekati musisi yang lebih unggul itu. Cari tau apa rahasianya, apa kunci suksesnya, apa kiat2nya.

Sudah banyak musisi yang suka share justru dianggap pamer, dianggap sombong dan disambut dengan komen "kaya gitu gw juga bisa" di channel Youtube di Facebook dll.

Sudah banyak 'korban'nya, contohnya saya sendiri dan teman-teman musisi lokal lainnya.

Sejauh ini bila ada komen ledekan, hinaan dll cukup dibiarkan. Bila diladeni justru kita masuk perangkapnya. Balas komen satu, dibalas seribu komen dari akun2 palsu. Menyedihkan? Sangat.

Saling menghargai gak susah kok, toh yang senang kita2 juga bila musisi yang mendapatkan apresiasi akan terus menelurkan karya2nya untuk kita nikmati dengan harga yang tidak seberapa.

-AJD

Minggu, 01 Februari 2015

Drum elektrik atau akustik?

Drum Electric atau Akustik? Pilih mana?

Sebenarnya mereka bukan pilihan, tapi bila ada "rejeki" alangkah baiknya punya keduanya. Hampir sama dengan para gitaris yg memiliki gitar akustik dan elektrik.

"Tapi bukannya elektrik itu jelek? Gak real?" Nah itu tergantung merk dan kelasnya. Let's say saya ambil contoh Yamaha DTX750k electric drums, bisa dibilang feelnya 90% mirip dengan memukul drum akustik. Hanya saja hilang feel memukul 'metal' ketika stick menghantam rim atau cymbal. Mengingat cymbal electrik terbuat dari karet.

Nah 'feel' itu yang bisa jadi kendala ketika seseorang biasa main electric kemudian pindah ke akustik. 'Touch'nya bisa kacau hingga tone menjadi jelek pula. Karena di electric suara drum tetap terdengar 'clean' walaupun dipukul dengan jurus2 apapun. Termasuk jurus pukulan cecak, mukul dan stick nempel. Coba aja jurus cecak pada drum akustik, dijamin suaranya seperti orang cekukan.

Itu lah 'kekurangan' drum akustik yg di satu sisi merupakan kelebihannya (pukul asal tetap aja bagus suaranya). Begitu juga feelnya yang empuk sehingga ketika ketemu 'besi' pada drum akustik, pergelangan tangan sakit tiap kali memukul karena vibrasi.

Nah selain "kekurangan2"nya sudah pasti ada kelebihan.

Drum elektrik tidak perlu ruangan pakai peredam. Karena suara bisa dikecilkan dan bisa pakai headphone sehingga suara keras hanya pada kuping si pengguna. So drum elektrik bebas ditaruh dimana aja. Kamar tidur oke, ruang tamu oke, dapur bisa bahkan diteras atau kamar mandi.

Dengan suara yang dapat disesuaikan pula latihan ngeband juga jadi nyaman. Let's say kita latihan sampai larut malam. Ketika merasa sudah terlalu LOUD, kecilkan suaranya.

Dan juga drummer biasanya punya pengalaman gak enak jika perform di mal dengan drum akustik ketika lagi asik main tiba2 satpam nyamperin. "Mas pelan2 mainnya, pada komplain". Nah... dengan drum elektrik bisa say good by dengan kejadian seperti itu lagi.

Karena portabilitas dan suaranya serta ukurannya yg compact kebayang dong bisa didirikan disebelah tempat tidur. Bayangkan bangun tidur jam 5 pagi kita bisa langsung ngedrum. Seru? Sangatttt

Drum elektrik juga punya banyak variant suara. Utk Yamaha DTX aja ada 1200 lebih suara on board. Drum kayu birch, maple, oak, jazz, FX dll. Bahkan ada suara yang bukan drum seperti suara instrument lain seperti piano, gitar, trompet, synth dll. Bahkan ada suara orang, kucing, kambing dan ayam. Waduh (!)

Drum electric sudah build in metronome, lagu2 latihan, bisa rekam latihan sendiri, bisa plug lagu orang ke dalam modul dan mainkan bersamaan drum kita etc. Bahkan ada fitur yang habis2an dapat membenahi tempo kita seperti tempo gate yang membuat drum ogah bunyi kalau dipukul tidak quantize dengan tempo.

Kalau punya drum elektrik kita juga bisa mengurunkan niat untuk membeli drum pad. Kenapa? Coba matikan drum elektrik tersebut dan mainkan. Otomatis drum electric kita menjadi drum pad untuk latihan. Satu set pula. Bahkan jika ingin latihan snarenya aja, snare bisa dicopot dan dibawa untuk berlatih di mana aja.

Drum electrik mudah sangat dibawa untuk keperluan macam2. Coba bandingkan kita membawa floor tom 16" plus tom 12" plus tom 10". Muatkah dibagasi mobil sedan? Bandingkan dengan drum elektrik yang tom 1, 2 dan "floor" dapat di-stack (tumpuk) seperti layaknya bawa pizza. Bahkan pakai motor pun bisa.

Mudah diset dan soundcheck jadi extra mudah. Karena drum electrik gak perlu micing. Yang kita perlukan hanya 2 output yang kemudian kita sambung langsung ke mixer.

Drum electrik juga bisa menghemat biaya lho.

Biaya listrik bisa hemat. Lho? Kan drum listik? Memang pakai listik, tapi wattnya kecil. Yang membuatnya hemat listrik karena drum electrik bisa diset dimana saja. Sehingga gak perlu studio yang didalamnya menggunakan AC. Cukup main di teras biar adem. No complaint dari tetangga pula.

Tidak perlu juga bikin peredam ruangan. Bikin peredam ruangan bisa habis lebih banyak ketimbang harga drumnya sendiri lho. Bahkan ada resiko suara bocor dll.

Tidak perlu ganti drumhead. Kenapa? Karena memang gak pake drumhead. That's why 😀

Tidak perlu ganti cymbal. Karena suara cymbal diganti2 terserah pengguna. Kalau bosen dengan suaranya ya silahkan download ke Paiste.com

Stick drum pun menjadi sangat awet. Bahkan saya punya stick drum kayu yang saya pakai sejak tahun 2011 khusus utk drum electrik. Sampai sekarang masih halus, lembut dan mulus. Hemat? Sangatttt

"Kalau rusak gimana?" Ya akustik bisa rusak juga sih. Bisa retak, jamuran, karatan, lembab dll. Tapi yang namanya elektronik pasti lebih rentan. Tipsnya adalah untuk lebih telaten seperti tidak lupa cabut adaptor setelah menggunakan. Memukul jangan sekuat tenaga dan jaga permukaan karet dari benda2 tajam. Hindari juga memainkan drum dengan stick yang sudah jelek, yang seperti habis dimakan rayap.

So, akustik atau elektrik? Ya punya keduanya jika lagi ada "rejeki". Bahkan bisa di-hybrid bila berkenan. Kicknya akustik, cymbal campur akustik tapi tom2 dan snare elektrik. Anything is possible. :)

-AJD