Rabu, 14 Januari 2015

Share halal yuk

-share halal yuk-

Bukan makanan aja yg kudu halal, masalah sharing juga.

"Sharing kan hal simple, masalah kecil donk?" Eh, siapa bilang. Kita lihat sumber yang di-share darimana.

Dari buku? Dari blog? Dari kuliah? Dari pengalaman sendiri? Hasil karya sendiri?

Kalau dari hasil karya dan pengalaman sendiri monggo atuh di-share bila berkenan. Bila berkanan lho, bukan karena terpaksa.

Kalau share yang bersumber dari buku gimana? Wah ini banyak yang harus diperhatikan. Buku siapa? Siapa yg nulis? Penerbit siapa? Apa peruntukan bukunya?

"Kalau buku sendiri sah-sah aja donk di-share" weits, tidak semudah itu. Buku biasanya ada tulisan All right reserved, Copyright by dll... Yang dilarang untuk diperbanyak tanpa persetujuan dari Penulis dan Penerbit.

Kenapa dilarang? Ya menyangkut hak atas kekayaan intelektual. Hargai orang yang membuatnya, bagaimana susahnya menulis, bagaimana susahnya approach dan nego ke penerbit, bagaimana susah belajar dari segala penjuru untuk bisa menulis buku tersebut dan sudah berapa ratus jam yang dikorbankan utk menulis buku tersebut.

"Kan bukunya nya gw beli, terserah dong mau gw apain" memang, terserah mau dibaca, dibakar, dicelup, dilarutkan kemudian tambah gula dan diminum. Tapi tdk boleh disiarkan, perbanyak, publikasikan dll. Yang Anda beli dari sebuah buku adalah hak memiliki dan hak menggunakan sebagaimana mestinya.

Kalau dibalik bagaimana? Anda menerbitkan buku, kemudian buku Anda diperbanyak tanpa sepengetahuan Anda oleh oknum sehingga buku Anda sepi peminat tapi banyak yg punya. Sakitnya dimana? Ya di situ...

Siapa yang mau berkarya kalau pada akhirnya dibajak masal?
share halal yuk

Bukan makanan aja yg kudu halal, masalah sharing juga.

"Sharing kan hal simple, masalah kecil donk?" Eh, siapa bilang. Kita lihat sumber yang di-share darimana.

Dari buku? Dari blog? Dari kuliah? Dari pengalaman sendiri? Hasil karya sendiri?

Kalau dari hasil karya dan pengalaman sendiri monggo atuh di-share bila berkenan. Bila berkanan lho, bukan karena terpaksa.

Kalau share yang bersumber dari buku gimana? Wah ini banyak yang harus diperhatikan. Buku siapa? Siapa yg nulis? Penerbit siapa? Apa peruntukan bukunya?

"Kalau buku sendiri sah-sah aja donk di-share" weits, tidak semudah itu. Buku biasanya ada tulisan All right reserved, Copyright by dll... Yang dilarang untuk diperbanyak tanpa persetujuan dari Penulis dan Penerbit.

Kenapa dilarang? Ya menyangkut hak atas kekayaan intelektual. Hargai orang yang membuatnya, bagaimana susahnya menulis, bagaimana susahnya approach dan nego ke penerbit, bagaimana susah belajar dari segala penjuru untuk bisa menulis buku tersebut dan sudah berapa ratus jam yang dikorbankan utk menulis buku tersebut.

"Kan bukunya nya gw beli, terserah dong mau gw apain" memang, terserah mau dibaca, dibakar, dicelup, dilarutkan kemudian tambah gula dan diminum. Tapi tdk boleh disiarkan, perbanyak, publikasikan dll. Yang Anda beli dari sebuah buku adalah hak memiliki dan hak menggunakan sebagaimana mestinya.

Kalau dibalik bagaimana? Anda menerbitkan buku, kemudian buku Anda diperbanyak tanpa sepengetahuan Anda oleh oknum sehingga buku Anda sepi peminat tapi banyak yg punya. Sakitnya dimana? Ya di situ...

Siapa yang mau berkarya kalau pada akhirnya dibajak masal?

Bagaimana kalau buku itu punya teman? Wah lebih ribet lagi nih. Hargailah teman yang mungkin sampai berdarah-darah untuk bisa mendapatkan buku itu. Yang membeli dengan harga mahal, yang membeli dengan effort yang besar dan duit hasil keringat sendiri.

Saya ambil contoh kejadian teman saya seorang Drummer yg kini jadi artis ngetop yang sempat kursus di sekolah musik ternama di mana Gilang sempat mengajar.

Pada tahun 1999 ketika dia ada keluh kesah ke saya "Den, masa gw dimarahin sama mas Gilang. Gw mau fotokopi bukunya waktu dia belajar di Amerika gak boleh! Pelit banget deh"

"Emangnya dia bilang apa?"

"Dia bilang... Hargai donk effort saya sampai bisa dapat buku ini. Masa kamu mau main fotokopi?!"

"Bener juga sih yang mas Gil bilang"

"Maksud elo? Elo belain mas Gil gitu?"

"Belaain mah kagag, tapi make sense lah gimana usahanya mas Gilang di sana. Belum lagi kan ada hukum copyright di buku itu yang gak boleh dikopi sembarangan"

"Ohhh..."

(Kejadian beneran, no bull)

Kira2 begitulah dalam versi 'real life'nya.

Kalau buku sekolah musik, bolehkah di-share sembarangan? Wah apalagi sekolah musik. Wong murid2nya aja harus beli. Dan buku sekolah musik bahkan lebih kuat hukum copyrightnya.

-tidak dijual bebas
-dilarang keras digunakan oleh sekolah musik lain
-dilarang keras difoto-kopi bahkan oleh siswa2nya sendiri

So, bagaimana kalau mau share seluruh ada sebagian dari konten buku? Ya jalan satu2nya adalah minta izin ke penulis dan penerbit. Ribet? Emang begitu (!)

"Kalau disadur utk keperluan blog?" Sama, tapi jangan lupa "sadur" berarti kita membaca satu tema kemudian tema itu kita tulis kembali dengan persepsi dan bahasa kita sendiri. Bukan copy-paste (!) Jgn lupa cantumkan nama sumber dan penulisnya daripada penulisnya ngamuk.

"Kalau cuma ngutip utk saya jadikan buku?" Sama aja, minta izin sama penulis dan penerbit. Dan juga cantumkan daftar pustaka

Okay, itu masalah share yang diambil dari buku. Kalau dari blog? Ya lebih mudah. Tanya dulu dengan sopan apakah boleh digunakan? Jangan ngambek kalau tidak dikasih lho.

Ow, jangan lupa. Blog itu banyak jenisnya, banyak blog yang dapat dari blog orang (blog tukang bajak). Jadi pastikan tema yang anda mau share itu apakah benar ditulis oleh blogger yang bersangkutan atau tidak.

Kalau dari kuliah? Sama aja dengan buku sekolah musik. Adalah tidak halal dibagikan secara utuh kepada yg tidak berhak.

So, ayuk kita mulai melakulan share halal. Share yang bersih, share yang diberkati.

Memang, bisa dikatakan sering share = banyak pahala. Hanya saja kalau sharenya gak halal ya sama aja bagi2 dosa. Bagi-bagi hasil curian. Duh amit-amit...

Yuk. Share halal!

@DennyAJD

Minggu, 04 Januari 2015

"cari" Sound Drum Yang Enak



Pertanyaan mengenai sound drum yang baik sebenarnya sangat komplex untuk dijawab. Tidak bisa dijawab hanya dengan jawaban "ganti head ini" "beli snare itu" "beli drum ini" dll

Ibarat makanan, faktor yang membuat makanan enak itu banyak, sangat.

Makanan enak itu tergantung dari:

- Bahan makanan
- Siapa yang masak
- Racikan masakan
- Timing masakan
- Dengan cara apa dimasak
- Aroma masakan
- Texture masakan
- Warna makanan
- Wadah makanan
- Alat makan (pakai sendok/tangan)
- Tempat makan (rumah/resto) (di dalam ruangan/di pinggir jalan)
- Harga makanan
- Pakai sambal atau tidak
- Jumlah makanan
- Presentasi masakan
Dll

Sama dengan sound drum/qualitas suara drum.

Suara drum yang baik itu tidak jauh beda dengan masakan, hanya urutannya yang beda.

- Siapa yang memainkannya
- Bahan dasar alat musiknya
- Komposisi bahannya
- Kelas instrumentnya (entry level atau hi-end)
- Teknik membuatnya
- Jenis drumheadnya
- Bagaimana tuningnya
- Jenis sticknya
- Teknik memukulnya
- Akustik ruangannya
- Area pukulannya
- Micing
- Teknisi suara
Dll

Jadi, seberapa hi-end alat musiknya, semua tergantung siapa yang memainkannya. Seorang yang pro dan sangat berpengalaman bisa menjadikan drum "bapuk" jadi menghasilkan suara bak Drum Yamaha Phenonix series (1 set harga 180jt) hanya dari sentuhan dan cara bermainnya.

Punya alat musik "kurang bagus"? Mulai dari diri sendiri bukan semata2 harus ganti alat. Di lain sisi, alat bagus juga akan memberi inspirasi bagi pemainnya.

Yup, setidaknya miliki drum dengan merk yang cukup jelas. Kalau alasannya "duitnya cuma segitu, makanya dapet merk Semoga Awet", ya weis... Ndak ada salahnya nabung lebih lama sedikit agar dapat alat yang pantas, yang dapat memberikan inspirasi bermain.

Take your time to get what you deserve.

Miliki alat musik yang cukup baik, pelajari musik dengan benar. InsyaAllah permaian & suara yang akan Anda hasilkan akan maksimal.

-DennyAJD